Selasa, 14 Oktober 2008

Sekilas Mengenal Teater Tradisional Kalsel “ Mamanda “

Oleh : Arsyad Indradi

Salah satu teater tradisional Kalsel yang masih bisa bertahan hidupnya adalah “ Mamanda “. Mengapa demikian ? Sebab cerita dari Mamanda memang mengasyikkan tak kalah dengan cerita sinetron atau film. Walau pun tokoh-tokoh dalam Mamanda “ baku “ namun dapat ditambah tokoh-tokoh lain dengan cerita yang lain, artinya cerita mamanda dapat diciptakan sesuai dengan perkembangan jaman. Apa lagi durasi pertunjukkan mamanda jang semula semalam suntuk sekarang disesuaikan dengan permintaan, maksudnya bisa durasinya 3 jam atau 5 jam. Istemewanyanya Mamanda, bisa dimainkan dengan sebuah naskah yang utuh seperti terater modern atau hanya dengan mengatur cerita seperti garis besar cerita, babakan dan plot, sedangkan dialog dikenal dengan istilah impropisasi. Pemain – pemain Mamanda memang dikenal keahliannya berimpropisasi. Tokoh-tokoh mamanda yang baku itu adalah Raja, Mangkubumi, Wazir, Perdana Menteri,Panglima Perang, Harapan Pertama, Harapan kedua, Khadam, Permaisuri, Anak Raja ( bisa putri atau Pangeran ). Tokoh-tokoh lain sesuai cerita misalnya Raja dari Negeri lain, Anak Muda, Perampok,Jin, Belanda, atau nama dari daerah lain ( Jawa, Cina, Batak, Madura atau lainnya ). Seperti juga di teater modern, sebelum pertunjukkan dimulai akan dibacakan sinopsisnya, di mamanda dipaparkan lewat “ Baladon “. Baladon adalah tutur cerita dengan dibawakan berlagu dan gerak tari. Cerita mamanda bisa berkolaburasi dengan seni tari atau musik. Yakni setelah kerajaan selesai bersidang maka akan ditampilkan pertunjukkan tari dengan maksud menghibur raja dengan segenap aparat kerajaan atau ketika kerajaan menang perang diadakan pertunjukkan hiburan tari atau musik panting.

Asal mula Mamanda adalah Badamuluk ketika rombongan bangsawan Malaka ( Abdoel Moeloek atau Indra Bangsawan, 1897 M ) yang dipimpin oleh Encik Ibrahim dan isterinya Cik Hawa, menetap di Tanah Banjar beberapa bulan mengadakan pertunjukkan. Teater ini begitu cepat populer di tengah masyarakat Banjar. Setelah beradaptasi, teater ini melahirkan sebuah teater baru bernama “ Mamanda “. Mamanda mempunyai pengertian “sapaan” kepada orang yang dihormati dalam sistem kekerabatan atau kekjluargaan.

Mamanda mempunyai dua aliran. Pertama : Aliran Batang Banyu. Yang hidup di pesisir sungai daerah Hulu Sungai yaitu di Margasari. Sering juga disebut Mamanda Periuk. Kedua : Aliran Tubau bermula tahun 1937 M. Aliran ini hidup di daerah Tubau Rantau. Sering dipentaskan di daerah daratan. Aliran ini disebut juga Mamanda Batubau. Aliran ini yang berkembang di Tanah Banjar.

Pertunjukkan Mamanda mempunyai nilai budaya Yaitu pertunjukkan Mamanda disamping merupakan sebagai media hiburan juga berfungsi sebagai media pendidikan bagi masyarakat Banjar. Cerita yang disajikan baik tentang sejarah kehidupan, contoh toladan yang baik, kritik sosial atau sindiran yang bersifat membangun, demokratis, dan nilai-nilai budaya masyarakat Banjar.

Bermula, Mamanda mempunyai pengiring musik yaitu orkes melayu dengan mendendangkan lagu-lagu berirama melayu, sekarang beralih dengan iringan musik panting dengan mendendangkan Lagu Dua Harapan, Lagu Dua Raja, Lagu Tarima Kasih, Lagu Baladon, Lagu Mambujuk, Lagu Tirik, Lagu Japin, Lagu Gandut , Lagu Mandung-Mandng, dan Lagu Nasib. ********

5 komentar:

Unknown mengatakan...

let us keep guard, keep lestarikan and culture so that we will never be lost in the time of swallow.

AMKS PAHID MALANG mengatakan...

kami handak umpat bakawan, saling berbagi informasi.
ty

Pemuda Banjarbaru mengatakan...

Ulun Lawan pian.....mudah2an budaya banjar kada hilang karna pian....www.pemudabanjarbaru.blogspot.com

TabrakLari93 mengatakan...

enya atuh, kudu kitu

TabrakLari93 mengatakan...

enya atuh, kudu kitu